KERAGAMAN BUDAYA NUSA TENGGARA BARAT
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu
negara kepulauan yang kaya akan budaya dan daerah pariwisata yang tersebar dari
sabang hingga merauke. Keragaman budaya yang dimiliki menjadikan Indonesia
salah satu pusat tujuan wisata masyarakat dunia. Hal tersebut didukung oleh
suasana dan kondisi alam serta masyarakat penghuninya yang memilki budaya
dengan karakteristik yang unik dan beraneka ragam antara pulau yang satu dengan
yang lainnya.
Masing-masing pulau yang terdiri
dari beberapa wilayah tentu memiliki kebudayaan tersendiri sesuai dengan
lingkungan dan kondisi alam yang mereka tinggali.
Selain keindahan alam, Nusa
Tenggara Barat kaya akan kultur atau budaya masyarakat yang mendiaminya yang
masih begitu kental dengan adat istiadat yang dianut sejak zaman nenek moyang
terdahulu. Adat-istiadat yang berkembang pada masyarakat NTB pada umumnya
memilki fungsi yang cukup penting dalam pengamalan norma agama dan etika di
samping nilai estetika atau keindahan yang dimilikinya.
Provinsi Nusa Tenggara Barat
mempunyai bermacam-macam kebudayaan, baik itu dalam hal seni tari, pakaian
adat, rumah adat, lagu daerah, alat music daerah, upacara adat, hingga tradisi
masyarakatnya.
1.2. Rumusan
Masalah
Di makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah. Diantaranya adalah:
1)
Bagimana kondisi fisik
daerah NTB?
2)
Bagaimana sejarah
kebudayaan daerah NTB?
3)
Seperti
apakah rumah adat, pakaian tradisional, lagu daerah, serta alat musik daerah
NTB?
4)
Apa
saja suku yg mendiami daerah NTB?
5)
Macam-macam
upacara adat di daerah NTB?
6)
Apa
saja keragaman seni di daerah NTB?
7)
Bagaimana
tradisi masyarakat yang ada di daerah NTB?
1.3. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah ilmu budaya
dasar khususnya tentang pembahasan keragaman budaya Nusa Tenggara Barat.
Melalui makalah ini, penulis mencoba untuk memberikan
pengetahuan mengenai kebudayaan NTB dan juga sebagai generasi penerus bangsa
senantiasa diharapkan untuk melestarikan budaya kita ini agar tidak punah dan
tidak diambil oleh negara lain.
1.4. Metode
Penulisan
Metode
penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu metode deskripsi analisi.
Metode tersebut merupakan metode yang memberikan gambaran objektif serta
membahasnya secara lengkap yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari
website.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Kondisi Fisik Daerah
Nusa
Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia.
Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau
terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota
provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok.
Sebagian besar dari penduduk Lombok
berasal dari suku Sasak,
sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di
Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam (96%).
5 Lintang Selatan, dengan batas
wilayahnya di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok, Provinsi Bali,
sebelah Timur dengan Selat Sape, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebelah Utara
dengan Laut Jawa dan laut Flores dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Barat yang beribukota di Mataram terbagi dalam 8 kabupaten dan 2 kota, yaitu
Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok
Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa,
Kabupaten Sumbawa Barat, Kota Bima dan Kota Mataram. Kabupaten Sumbawa
merupakan wilayah dengan luas terbesar yaitu 6.643,98 Km2 (32,97%), sementara
Kota Mataram merupakan wilayah dengan luas terkecil yaitu 61,30 Km2 (0,30%).
2.2.
Sejarah Kebudayaan NTB
Adat-istiadat yang melekat pada
masyarakat NTB diawali oleh Sejarah kehidupan nenek moyangnya yang pernah
dijajah dan dikuasai oleh orang-orang hindu. Kekalahan kerajaan hindu membuat
islam kembali mendominasi di lingkungan masyarakat NTB. Interaksi yang terjadi
antar masyarakat membuat kebiasaan atau adat-istiadat yang ada saling mengisi
dan berbaur dengan erat antara yang satu dengan yang lainnya hinga tumbuh dan
berkembang sampai sekarang, misalnya saja perpaduan antara budaya hindu dan
budaya islam seperti selametan laut yang dilakukan dengan menggelar zikir
bersama yang disertai dengan perlengkapan sesajian yang akan disantap bersama
dan sejenisnya.
Di luar budaya hindu dan islam,
budaya masyarakat NTB juga diperkaya dengan beragam budaya masyarakat yang
beragama kristen dan buda serta agama konghucu yang dianut oleh sebagian
masyarakat cina yang sudah tinggal di NTB sejak zaman penjajahan terdahulu.
Kedamaian hidup dalam kerberagaman budaya yang ada tentu menjadi idaman setiap
anggota masyarakat NTB yang ada hingga saat ini.
Gejala kebudayaan dalam kehidupan
masyarakat NTB yang sangat dominan adalah ketergantungan dan kepatuhan
masyarakat terhadap tokoh-tokoh pemuka agama atau tokoh adat sebagai panutan
dalam kehidupan sehari-hari, karenanya pengaruh kehidupan masyarakat yang
dilandasi sistem patriakhis. Interprestasi ajaran agama yang belum tepat sering
mempengaruhi sikap dan pandangan masyarakat yang diimplementasikan pada sistem
nilai sosial dan budaya sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap
kedudukan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat.
2.3.
Rumah Adat
Rumah Adat Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Rumah
Dalam Loka.
Secara tradisional pakaian
tradisional yang dikenakan penduduk daerah Nusa Tenggara Barat dibedakan atas
dua macam, yaitu yang dikenakan oleh kaum pria dan oleh kaum wanita. Pakaian
adat yang dikenakan bagi kaum pria di daerah Lombok berupa tutup kepala, baju
lengan panjang memakai kain sarung sebatas dengkul yang ditenun, dan celana
panjang, serta di punggungnya terselip sebilah keris. Sedangkan kaum wanitanya
mamakai pakaian yang terdiri atas kebaya panjang dengan kain songket. Perhiasan
yang dipakai berupa hiasan bunga di kepala.
2.5.
Lagu Daerah
Lagu daerah provinsi Nusa
Tenggara Barat antara lain Pai Mura Rame, Desaku, Tutu Koda, Helele
U Ala de Teang, Potong bebek, Anak Kambing Saya, O Nina Noi, Lereng Wutun,
Bole Lebo, O Re Re dan Tebe Ona Na.
2.6.
Alat Musik Daerah
Provinsi ini mempunyai alat music khas daerah seperti
provinsi yang lainnya. Alat musik tersebut dinamakan Cungklik.
2.7.
Suku Di Masyarakat
2.7.1. Suku Sasak
Suku Sasak adalah penduduk asli
dan suku mayoritas di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sebagai penduduk
asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab
Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut,
suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut
dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang
mapan.
Nenek moyang Suku Sasak berasal dari campuran penduduk
asli Lombok dengan para pendatang dari Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan
Mataram, pada jaman Raja yang bernama Rakai Pikatan dan permaisurinya
Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari kata sak-sak yang artinya
sampan.
Dalam masyarakat Sasak, kelompok
kekeraatan terkecil adalah keluarga inti (nuclear family) yang disebut kuren. Keluarga inti umumnya keluarga monogami, meskipun
adat membenarkan keluarga inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah
virilokal, meskipun ada yang uxorilokal dan neolokal. Garis keturunan suku
Sasak ditarik menuruk sistem patrilineal.
Adat istiadat suku
sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan
apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus
dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal
dengan sebutan merarik atau selarian. Sehari setelah
dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak
keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang
disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada
keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya
resepsi.
2.7.2. Suku Bima
Suku Bima tinggal di daerah dataran rendah, wilayah
kabupaten Bima, Donggo dan Sangiang, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Suku Bima
telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Lingkungan alam suku Bima
berbeda-beda karena di daerah utara Lombok tanahnya sangat subur sedangkan
sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak subur.Kebanyakan dari mereka bermukim
sekitar 5 km atau lebih dari pesisirpantai. Mereka juga disebut suku
"Oma" (artinya "berpindah-pindah")karena sering hidup
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yanglain. Suku Bima memiliki
hubungan dengan suku Sasak yang tinggalberdekatan di Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi
Mbojo. Menurut sejarahnya, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah
yang disebut Ncuhi. Pada
masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui
jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat
oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang
Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan
menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang masih digunakan sebagai
bahasa halus di Bima.
Mata pencaharian
utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas
pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena
itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan,
kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.
2.7.3. Suku Sumbawa
Suku Sumbawa adalah suku bangsa
yang mendiami pulau Sumbawa dan menggunakan bahasa Sumawa. Suku yg berpopulasi 1,3
juta ini sebagian besar beragama Islam,
uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sumbawa, terdapat praktik agama
Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah
sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu.
Populasi Suku Sumbawa yang terus berkembang saat ini
merupakan campuran antara keturunan etnik-etnik pendatang atau imigran dari
pulau-pulau lain yang telah lama menetap dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya serta sanggup berakulturasi dengan para pendatang lain yang
masih membawa identitas budaya nenek moyang mereka, baik yang datang sebelum
maupun pasca meletusnya Gunung Tambora tahun 1815.Para pendatang ini terdiri
atas etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis,Makassar, Mandar),
Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin),dan Cina (Tolkin dan
Tartar), serta Arab yang rata-rata mendiami dataran rendah dan pesisir pantai
pulau ini, sedangkan sebagian penduduk yang mengklaim diri sebagai pribumi atau
tau Samawa asli menempati wilayah pegunungan seperti Tepal, Dodo, dan Labangkar
akibat daerah-daerah pesisir dan dataran rendah yang dulunya menjadidaerah
pemukiman mereka tidak dapat ditempati lagi pasca bencana alam Tamborayang
menewaskan hampir dua pertiga penduduk Sumbawa kala itu.
2.8.
Upacara Adat
2.8.1. Upacara
U’a Pua
Upacara U’a Pua merupakan sebuah
tradisi masyarakat Lombok yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Upacara U’a Pua
dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang juga
dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima)
yang berlangsung selama 7 hari. Prosesi U’a Pua diawali dengan Pawai dari
Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar Kesultanan, Keluarga Istana, Group
Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari Lenggo yang dilengkapi dengan
Upacara Ua Pua. Selama proses pawai berlangsung Group Kesenian terus memainkan
Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana, Penunggang Kuda
menari dengan suka ria (Jara Sara’u), Sere, Soka dan lain-lain sampai Ketua
Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan Penari Lenggo. Pada sa’at
itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-Qur’an kepada Sultan.
2.8.2. Upacara
Perang Topat
Upacara Perang Topat adalah salah
satu upacara yang dilakukan oleh orang Sasak. Perang Topat adalah upacara
ritual sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada tuhan atas kemakmuran berupa
tanah yang subur, banyak hujan. Upacara Perang Topat ditampilkan di Taman
Lingsar oleh Masyarakat Hindu, Masyarakat Sasak dengan saling melemparkan Topat
(Ketupat).
Upacara ini berlangsung setelah
selesai “Pedande” memuja yaitu selama periode “Rokok Kembang Waru” sekitar
pukul 17.30. Perang Topat dilaksanakan setiap tahun pada saat purnama ke 6
menurut Kalender Sasak atau sekitar Bulan Nopember –Desember.
Sebelum Perang Topat dimulai
Kebon Odek dikeluarkan dari Kemaliq yang terdapat di Pura Lingsar Kecamatan
Narmada yang bertujuan untuk menjemput Pesajik (sesajen) kemudian dikelilingi
sebanyak 3 kali di Kemaliq lalu di upacarakan. Sesudah upacara Pujawali,
dilakukan acara Perang Topat.
2.8.3. Bau
Nyale
Upacara tahunan khas Sasak antara
Februari-Maret di dipesisir
pantai selatan Pulau Lombok tepatnya di Pantai Kute, Seger, A’an di Lombok
Tengah dan Pantai Kaliantan, Ekas dan Jero Waru di Lombok Timur. Menurut legenda, Nyale atau cacing laut merupakan
reinkarnasi dari Putri Mandalika yaitu seorang Putri yang cantik dan berbudi
luhur. Ia menceburkan dirinya ke laut karena tidak ingin mengecewakan para
pangeran yang memperebutkannya.
Kemunculannya di pantai selatan
Pulau Lombok hanya terjadi sekali setahun ditandai dengan keajaiban alam
sebagai suatu karunia Tuhan kepada hambanya. Bagi masyarakat Lombok Selatan
banyaknya Nyale yang muncul merupakan karunia Tuhan sebagai tanda akan
mendapatkan hasil panen yang baik
2.8.4. Rebo
Bontong
Rebo Bontong (Rebo:
Rabu, Bontong: akhir) disebut juga Mandi Safar oleh daerah lainnya.
Sebagaimana namanya, upacara ini dilakukan hari Rabu bulan Safar dalam kalender
Islam. Ritual ini berupa mandi bersama di tempat tertentu.
Dalam pelaksanaannya,
serangkaian doa dipanjatkan di hari pelaksanaan upacara. Pemuka agama, kepala
suku, dan orang yang mengikuti ritual ini mengantar sesaji Sesangi berupa
ketan, telur, pisang, dan hasil tani lainnya ke laut, sebagai simbol permintaan
kepada Tuhan untuk memohon perlindungan dari bencana.
Mandi, merupakan
simbol penyucian dalam ritual upacara Rebo Bontong. Namun tradisi mandi bersama
ini tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di seluruh kawasan Lombok,
tradisi Rebo Bontong hanya dilaksanakan di Sungai Jangkuk (Dasan Agung, Kota
Mataram), Pantai Tanjung Menangis (Pringgabaya, Lombok Timur), dan di Desa
Kuranji (Labuapi, Lombok Barat).
Khusus di Desa
Kuranji, Kecamatan Labuapi ritual ini dilakukan dengan mandi bersama di
sebuah sumur desa yang dikeramatkan. Tradisi yang sama di Mataram dilaksanakan
dengan cara mandi di Sungai (Kokoq) Jangkuk yang dimulai Rabu siang hingga
sore. Setiap perayaan mandi Safar tersebut sepanjang kali Jangkuk dibanjiri
masyarakat baik tua maupun muda.
2.8.5. Parade
Ogoh-Ogoh
Dalam menyokong hari raya nyepi yang
merupakan hari penyucian Bhuana Agung (Macrocosmos) di laksanakan upacaraTawur
Kesanga yang bertujuan untuk menetralisir kekuatan negative dari bhuta kala.
Upacara tawur kesanga dilaksanakan
pada Tileming sasih kesanga sehari sebelum pelaksanaan hari raya nyepi. Di
kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram Upacata Tawur kasanga dirangkaikan
dengan puwai ogoj ogoh. Ogoh- Ogoh merupakan kreativitas umat Hindu yang ada di
Bali dan Lombok untuk memvisualisasikan Bhuta kala. Personifikasi Bhuta kala
ini dimaksudkan guna memantapkan keyakinan serta meningkatkan kosentrasi dalam
melaksanakan Upacara Tawur Kesanga yang merupakan salah satu bentuk Bhuta Yadya.
Pawai ogoh – ogoh mengambarkan
datangnya berbagai Bhuta kala dari segala penjuru arah mata angin ketempat
pelaksanaan Upacara Tawur Kesanga guna mendapatkan lelabahan / persembahan.
Setelah Bhuta kala tersebut mendapatkan lelebahan/ persembahan mereka di kembalikanke
posisisnya masing-masing untuk kemudian di pralina/ lembur dengan menggunakan
kkekuatan Agni / Api. Dengan demikian di harapkan para Bhuta kala tersebut
tidak lagi menggangu kehidupan manusia
2.9.
Ragam Kesenian
2.9.1. Slober
Kesenian slober adalah salah satu
jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musik nya
sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang panjang nya 1
jengkal dan lebar 3 cm.
Kesenian slober didukung juga
dengan peralatan lainnya yaitu gendang, petuk, rincik, gambus, seruling. Nama
kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan
Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu
kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap
bulan purnama.
2.9.2. Tari
Jangger
Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan sebagai tontonan
yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang tahun dan
Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh perempuan yang
melantunkan tembang-tembang yang di iringi oleh musik gamelan Lombok.
Kesenian tari jangger ini sekarang
pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara tertentu saja melainkan sudah
masuk dalam agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau hotel-hotel dalam
rangka menghibur para tamu.
2.9.3. Tari
Wura Bongi Monca
Seni budaya tradisional Bima
berkembang cukup pesat pada masa pemerintahan sultan Abdul Kahir Sirajuddin,
sultan Bima ke-2 yang memerintah antara tahun 1640-1682 M. Salah satunya adalah
Tarian Selamat Datang atau dalam bahasa Bima dikenal dengan Tarian Wura Bongi
Monca. Gongi Monca adalah beras kuning. Jadi tarian ini adalah Tarian menabur
Beras Kuning kepada rombongan tamu yang datang berkunjung.
Tarian ini
biasanya digelar pada acara-acara penyabutan tamu baik secara formal maupun
informal. Pada masa kesultanan tarian ini biasa digelar untuk menyambut
tamu-tamu sultan. Tarian ini dimainkan oleh 4 sampai 6 remaja putri dalam
alunan gerakan yang lemah lembut disertai senyuman sambil menabur beras kuning
kearah tamu, Karena dalam falsafah masyarakat Bima tamu adalah raja dan dapat
membawa rezeki bagi rakyat dan negeri.
2.9.4. Tari
Lenggo
Tari
Lenggo ada dua jenis yaitu Tari Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo. Lenggo Melayu
diciptakan oleh salah seorang mubalig dari Pagaruyung Sumatera Barat yang
bernama Datuk Raja Lelo pada tahun 1070 H. Tarian ini memang khusus diciptakan
untuk upacara Adat Hanta UA Pua dan dipertunjukkan pertama kali di Oi Ule
(Pantai Ule sekarang) dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Lenggo Melayu juga dalam bahasa Bima disebut Lenggo Mone karena dibawakan oleh 4
orang remaja pria.
Terinspirasi dari gerakan Lenggo Melayu, setahun kemudian tepatnya pada tahun
1071 H, Sultan Abdul Khair Sirajuddin menciptakan Lenggo Mbojo yang diperankan
oleh 4 orang penari perempuan. Lenggo Mbojo juga disebut Lenggo Siwe. Nah,
jadilah perpaduan Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo yang pada perkembangan
selanjutnya dikenal dengan Lenggo UA PUA. Tarian Lenggo selalu dipertunjukkan
pada saat Upacara Adat Hanta UA PUA terutama pada saat rombongan penghulu
Melayu mamasuki pelataran Istana.
2.9.5. Rawa
Mbojo
Salah
satu seni budaya Mbojo yang merupakan ajang hiburan masyarakat tempo dulu
adalah Rawa Mbojo. Seni ini adalah salah satu media penyampaian pesan dan
nasehat yang disuguhkan terutama pada malam hari saat-saat penen sambil memasukkan
padi di lumbung. Senandung Rawa Mbojo yang di-iringi gesekan Biola berpadu
dengan syair dan pantun yang penuh petuah adalah pelepasan lelah dan pembeli
semangat kepada warga yang melakukan aktifitas di tiap-tiap rumah. Sebagai
selingan, dihadirkan pula seorang pawang cerita yang membawakan dongeng-dongeng
yang menarik dan penuh makna kehidupan.
Syair
dan senandung Rawa Mbojo didominasi pantun khas Bima yang berisi nasehat dan
petuah, kadang pula jenaka dan menggelitik. Ini adalah sebuah warisan budaya
tutur yang tak ternilai unuk generasi. Dalam Rawa Mbojo terdapat beragam lirik
yang dikenal dengan istilah Ntoro. Ada Ntoko Tambora, Ntoko Lopi Penge, dan
Ntoko lainnya. Tiap Ntoko memiliki khas masing-masing. Misalnya Ntoko Tambora
dilantunkan dalam syair dan irama yang mengambarkan kemegahan alam. Ntoko Lopi
Penge mengambarkan suasana laut dan gelombang. Syair dan pantun yang
dilantunkan pun dikemukakan secara spontan sesuai keadaan. Itulah kelebihan
dari para pelantun Rawa Mbojo. Meskipun tidak bisa membaca dan menulis, namn
mereka sangan pawai melantunkannya secara spontanitas.
2.9.6. Hadrah
Rebana
Jenis
atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah Rebana
merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran islam. Syair lagu
yang dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan biasanya mengandung
pesan-pesan rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana dan 6 sampai 12 penari,
mereka mendendangkan lagu-lagu seperti Marhaban dan lain-lain. Hadrah Rebana
biasa digelar pada acara WA’A CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman
Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana telah berkembang pesat sampai ke
seluruh pelosok. Hal yang menggembirakan adalah Hadrah Rebana ini terus
berkembang dan dikreasi oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali karya-karya
gerakan dan lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua
atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh Pemerintah Kota Bima selalu di gelar
pada setiap perayaan hari-hari besar daerah, propinsi dan nasional bahkan untuk
menyambut para tamu-tamu pemerintahan, wisatawan dan kegiatan-kegiatan
ceremonial lainnya yang terpusat di Paruga Nae (tempat khusus pagelaran seni
budaya dengan arsitektur khas tradisional rumah adat Bima).
2.10. Tradisi
Masyarakat
2.10.1. Budaya
Nyongkolan di Lombok
Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang
menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. kegiatan ini
berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai
wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat,
serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau
disertai Gendang beleq pada
kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini
tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari
jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.
Tujuan dari prosesi ini
adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama
pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal,
karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak
mempelai laki-laki.
Masyarakat yang akan melakukan nyongkolan semuanya
memakai pakaian adat Lombok, yakni untuk laki-laki memakai baju piama warna
hitam, ikat kepala dan menyelipkan keris baik di depan maupun di belakang,
sementara perempuan memakai pakain baju kebaya atau lambung.
Sebagian peserta dalam
prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun
buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan
nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang
dibawanya memiliki aturan tertentu.
Hingga saat ini Nyongkolan
masih tetap dapat ditemui di Lombok,
iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya
ini biasanya diadakan selepas dhuhur di akhir pekan. apabila anda melakukan
perjalanan antar kota do Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan
insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di
kahir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.
2.10.2. Budaya
Ruah Segare
Ruah Segare merupakan suatu tradisi masyarakat pesisir
pantai selatan kabupaten Lombok Tengah dengan melaksanakan upacara selamatan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas berkah yang berasal dari
lautan dan sekaligus sebagai upacara tolak bala atau mohon keselamatan bagi
masyarakat pesisir dimana laut sebagai lahan mata pencaharian mereka.
2.10.3. Tarung
Peresean
Menjelang tujuh belasan biasanya
banyak acara-acara agustusan digelar buat meriahkan hari kemerdekaan. Acara
yang paling ditunggu-tunggu adalah Tarung Peresean, biasanya tarung ini
pastilah helatan pemerintah karena acara ini melibatkan petarung-petarung dari
berbagai desa. Peresean adalah pertarungan antara dua orang yang bersenjatakan
alat pemukul (sebilah tongkat) dari rotan (penjalin) dengan tameng dari bahan
kulit sapi/kerbau.
Peresean juga bagian dari upacara adat di pulau Lombok dan
termasuk dalam seni tarian suku sasak. Seni peresean ini menunjukkan keberanian
dan ketangkasan seorang petarung (pepadu), kesenian ini dilatar belakangi oleh
pelampiasan rasa emosional para raja dimasa lampau ketika mendapat kemenangan
dalam perang tanding melawan musuh-musuh kerajaan, disamping itu para pepadu
pada peresean ini mereka menguji keberanian, ketangkasan dan ketangguhan dalam
bertanding. Yang unik dalam pertarungan ini adalah pesertanya tidak
dipersiapkan sebelumnya alias para petarung diambil dari penonton sendiri,
artinya penonton saling tantang antar penonton sendiri dan salah satu pemain
akan kalah jika kepala atau anggota badan sudah berdarah-darah.
2.10.4. Barempok
Barempok adalah suatu tradisi masyarakat petani di Sumbawa
Bagian Barat yang menggunakan ikatan padi sebagai alat saling memukul
(bertinju) untuk mengungkapkan rasa gembira atas hasil panen yang mereka
peroleh.
2.10.5. Pesta
Ponan
Kalangan petani di Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat memiliki tradisi unik untuk memohon kesuburan hasil pertanian
mereka. Tradisi yang dikenal dengan pesta ponan ini digelar warga setiap
datangnya musim tanam. Bahkan tradisi tersebut saat ini akan dimasukan sebagai
salah satu kalender wisata Sumbawa.
Tradisi ponan yang diikuti ribuan petani di Kecamatan
Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa ini digelar disebuah bukit yang disebut bukit
ponan. Di bukit ini terdapat beberapa makam ulama yang dipercaya sebagai nenek
moyang warga Sumbawa. Salah satu makam yang paling dikeramatkan warga adalah
makam Haji Batu yang terdapat tepat diatas bukit ponan.
Ribuan warga ini datang dengan membawa sesajian berupa
enam jenis makanan dan buah-buahan yang digunakan dalam upacara ponan. Seluruh
makanan tersebut ditempatkan dalam sebuah altar yang terdapat didalam komplek
pemakaman tersebut.
Upacara ponan diawali dengan dzikir dan doa yang
dipimpin oleh pemuka adat dan kyai. Usai doa, warga kemudian melakukan ritual
membaca pujian kepada seluruh leluhur mereka dalam bahasa Kasanmawa yang
kemudian dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan ditutup
dengan makan bersama.
Uniknya tidak semua makanan dihabiskan, tapi sebagian
dibawa pulang, untuk ditebarkan di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya
makanan keramat ini bisa menyuburkan ladang mereka dan menghindarkan mereka
dari segala bencana. "Menurut keyakinan warga, makanan yang dilempar ke
sawah akan menyuburkan tanah dan ladang" kata Tokoh Adat, Hatta Jamal.
Tradisi ponan ini hingga saat ini masih terus digelar
pada setiap musim tanam. Bahkan rencananya, tradisi ponan ini akan dimasukan
dalam kalender wisata Sumbawa.
2.10.6. Pacoa
Jara
Sebagai daerah penghasil ternak kuda, masyarakat
Kab. Bima melestarikan dan membudayakan Pacoa Jara Tradisional atau yang biasa
kita kenal dengan pacuan kuda sebagai suatu atraksi budaya yang unik, untuk
mengungkapkan rasa kegembiraan menyambut hari – hari besar seperti memperingati
HUT Kemerdekaan RI dan Hari Jadi Kabupaten Bima, yang uniknya joki yang
digunakan adalah anak-anak usia dibawah 10 tahun namun tidak kalah dibandingkan
dengan joki professional.
Pacoa Jara merupakan
istilah Dompu untuk pacuan kuda. Pesertanya selain berasal dari Dompu juga
datang dari berbagai daerah seperti Bima, Sumbawa, Taliwang, dan Lombok.
Jumlah peserta tahun ini
mencapai 511 kuda yang terbagi dalam 12 kelas, mulai dari kelas terendah ‘TK’
(tinggi kuda rata-rata 1,12 centimeter dan berumur di bawah dua tahun) hingga
kelas tertinggi ‘C’ (kuda dewasa dengan tinggi rata-rata 1,30 centimeter).
Lomba balap kuda ini berlangsung selama seminggu menggunakan sistem gugur tiap
kelasnya.
Pacoa Jara di Dompu telah
berlangsung secara turun temurun. Meski pacuan kuda kini semakin modern baik
dari segi perlombaan maupun keselamatan joki, namun Pacoa Jara tetap bertahan
dengan segala budayanya. Tradisi leluhur yang tidak luntur.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa daerah Nusa Tenggara Barat memiliki beraneka ragam
kebudayaan. Mulai dari suku-suku yg mendiami daerahnya, upacara adatnya, serta
tradisi yg melekat pada masyarakatnya.
Oleh karena itu sungguh sangat disayangkan apabila para generasi
penerus bangsa tidak mengetahui tentang kebudayaan daerah ini. Semoga suku budaya di daerah Nusa Tengggara Barat ini tidak pudar.
3.2.
Saran
Seharusnya pemerintah Nusa Tenggara Barat dan setiap
masyarakatnya ikut berperan aktif dalam menjaga kebudayaan daerahnya sendiri sebelum
diakui oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Wednesday, March 13, 2013 | Labels: ILMU BUDAYA DASAR | 8 Comments
Subscribe to:
Posts (Atom)
Copyright by Fauziah Safarina 2012. Powered by Blogger.
MY CAMPUS
STUDENTSITE NEWS
About Me
Facebook Contact
My Twitter
My Tweets
Popular Posts
-
Ini salah satu bahan praktikum fisika dasar gue pas masih di tingkat 1. Gue share supaya bisa membantu peserta praktikum tingkat 1 lainnya...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang kaya akan budaya dan dae...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain. Meskipun hidup ber ke...
-
Tujuan saya memilih topik ini adalah untuk mendeskripsikan penyesuaian diri pada kepribadian ekstrovert dan introvert. Lalu mengetahui pe...
-
I. Definisi Pendapatan Nasional Pendapatan nasional dapat didefinisikan sebagai: · Nilai barang dan jasa yang diprodu...
-
1. Teori Perilaku Produsen Teori Perilaku Produsen adalah teori yang menjelaskan tentang bagaimana tingkah laku produsen dalam me...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya manusia banyak tujuan yang hendak dicapai sepanjang hidupnya. Seringkali ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi I...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki keberagaman terbany...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budaya-budaya ...