EYD DAN TANDA BACA
I.
Pengertian Ejaan
Ejaan
ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan.
Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :
ü aspek fonologis yang menyangkut
penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
ü aspek morfologi yang menyangkut
penggambaransatuan-satuan morfemis.
ü aspek sintaksis yang menyangkut
penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).
Adapun
menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan
bahwa ejaan adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah
penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
II.
Tahapan-Tahapan Ejaan Bahasa
Indonesia
Ejaan-ejaan
untuk bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :
A.
Ejaan van Ophuysen
Di
tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen
dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari
Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen
diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen,
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan
ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen
yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial
pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1)
Huruf
ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2)
Huruf
j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3)
Huruf
oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4)
Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer,
’akal, ta’, pa’, dsb.
B.
Ejaan Suwandi
Ejaan
ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan
ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1)
Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2)
Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3)
Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4)
Awalan
di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
C.
Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia)
Kongres
Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai
dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876
tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada
tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk
mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959
sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia).
Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik
kemudian.
D.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Karena
laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan.
Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino
Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang
bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang
terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan
Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku
pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan
EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia,
semakin dibakukan. Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai
berikut :
a.
Menyesuaikan
ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b.
Membina
ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c.
Mulai
usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d.
Mendorong
pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)
Adapun hal-hal yang
diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
•
Pemakaian huruf
•
Penulisan huruf
•
Penulisan kata
•
Pungtuasi (tanda baca)
III.
PENULISAN KATA
A.
Kata Dasar
Kata yang berupa kata
dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
· Buku itu sangat menarik.
· Ibu sangat mengharapkan
keberhasilanmu.
B.
Kata Turunan
1)
Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: Berjalan,
Dipermainkan, gemetar.
2)
Imbuhan
dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau
kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan, di-upgrade.
3)
Jika
bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk
tangan, garis bawahi.
4)
Jika
bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: Dilipatgandakan, menggarisbawahi.
5)
Jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, ekstrakurikuler, pramuniaga.
Catatan:
a.
Jika
bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung
(-) digunakan di antara kedua unsur itu. Misalnya: non-Indonesia.
b.
Jika
kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata
berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan
huruf kapital. Misalnya: Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih.
c.
Jika
kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata
dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai. Misalnya: Tuhan Yang
Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d.
Bentuk
bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
e.
Kata
‘tak’ sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk
dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk
berimbuhan.
C.
Bentuk Ulang
1)
Bentuk
ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya:
anak-anak, mata-mata.
Catatan:
a. Bentuk ulang gabungan kata ditulis
dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya: surat kabar → surat-surat kabar
b. Bentuk ulang gabungan kata yang unsur
keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya
dengan makna yang berbeda. Misalnya: orang besar → orang-orang besar
2)
Awalan
dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang. Misalnya: kekanak-kanakan.
Catatan:
Angka
2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti
dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang
mempersiapkan rancangan undang2 baru.
D.
Gabungan Kata
1)
Unsur-unsur
gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya: kambing
hitam, orang tua.
2)
Gabungan
kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian
unsur yang bersangkutan. Misalnya: ibu-bapak kami, ibu bapak-kami.
3)
Gabungan
kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya: alhamdulillah, halalbihalal, saputangan.
E.
Suku Kata
1)
Pemenggalan
kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal
yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya:
bu-ah.
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak
dipenggal. Misalnya: pan-dai.
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf
konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal,
pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya: mu-sya-wa-rah.
d. Jika di tengah kata dasar ada dua
huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf
konsonan itu. Misalnya: makh-luk.
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga
huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi,
pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf
konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men.
Catatan:
a) Gabungan huruf konsonan yang
melambangkan satu bunyi tidak dipenggal. Misalnya: ikh-las.
b) Pemenggalan kata tidak boleh
menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris. Misalnya:
setia → se-ti-a.
2)
Pemenggalan
kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan
imbuhan atau partikel itu. Misalnya: me-rasa-kan
Catatan:
a) Pemenggalan kata berimbuhan yang
bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya:
me-ma-kai.
b) Akhiran -i tidak dipisahkan pada
pergantian baris.
c) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan
seperti pada kata dasar. Misalnya: ge-lem-bung
d) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku
kata yang terdiri atas satu vokal.
3)
Jika
sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur
itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. Misalnya: intro-speksi, in-tro-spek-si.
4)
Nama
orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih
dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur
nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.
F.
Kata Depan
Kata
depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada
dan daripada.
Misalnya: Di
mana dia sekarang?
G.
Partikel
1)
Partikel
lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Siapakah
gerangan dia?
2)
Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Jangankan dua
kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun pada
gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya: Adapun sebab
sebabnya belum diketahui.
3)
Partikel
per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya. Misalnya: Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
H.
Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah bentuk
singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1)
Singkatan
nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda
titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
H. Hamid Haji Hamid
M.Si. magister sains
2)
Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
3)
Singkatan
kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: kpd. kepada
4)
Singkatan
gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya: dll. dan
lain lain
5)
Singkatan
gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam
surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: a.n. atas
nama
Akronim ialah singkatan
dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
1)
Akronim
nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya: LIPI Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia
2) Akronim nama diri yang berupa
singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: Bulog Badan Urusan Logistik
3)
Akronim
bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan
huruf kecil.
Misalnya: iptek ilmu
pengetahuan dan teknologi
Catatan:
Jika
pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut.
a. Jumlah suku kata akronim tidak
melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga
suku kata).
b. Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa
Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
I.
Angka dan Bilangan
Bilangan
dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan
atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I,
II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),
M
(1.000), V (5.000), M (1.000.000)
1)
Bilangan
dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau
paparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu
sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu
mencapai dua juta buku.
2)
Bilangan
pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan
kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak
ada pada awal kalimat.
Misalnya:
Panitia mengundang 250
orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta
diundang Panitia dalam seminar itu.
3)
Angka
yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja
mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
4)
Angka
digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan
waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
Catatan:
a. Tanda titik pada contoh bertanda
bintang (*) merupakan tanda desimal.
b. Penulisan lambang mata uang, seperti
Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara
lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5)
Angka
digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Misalnya:
Hotel Mahameru, Kamar 169
6)
Angka
digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
7)
Bab
X, Pasal 5, halaman 2527. Penulisan
bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Ø Bilangan utuh
Misalnya: dua belas (12)
Ø Bilangan pecahan
Misalnya: setengah (1/2)
Catatan:
a) Pada penulisan bilangan pecahan
dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
b) Tanda hubung dapat digunakan dalam
penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah
pengertian.
J.
Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan
-nya
Kata
ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu,
dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Catatan:
Kata
kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila
digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan
huruf kapital.
Misalnya: KTP-mu, SIM-nya,
STNK-ku.
III. PEMAKAIAN TANDA BACA
A.
Tanda Titik (.)
1)
Tanda
titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Biarlah mereka duduk di
sana.
Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang
unsur akhirnya sudah bertanda titik. Misalnya: Dia mengatakan, "kaki saya
sakit."
2) Tanda titik dipakai di belakang angka
atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
III. Departemen
Pendidikan Nasional
A.Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...
Catatan:
Tanda
titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau
ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka
atau huruf.
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20
(pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20
jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
5) Tanda titik dipakai dalam daftar
pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya: Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu
berpenduduk 24.200 orang.
Catatan:
a) Tanda titik tidak dipakai untuk
memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
b) Tanda titik tidak dipakai pada akhir
judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya.
c) Tanda titik tidak dipakai di belakang
(a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c)
di belakang tanggal surat.
d) Pemisahan bilangan ribuan atau
kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m
7)
Tanda
titik dipakai pada penulisan singkatan.
B.
Tanda Koma (,)
1)
Tanda
koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan,
dankecuali. Misalnya: Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar
kota.
3)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan
datang.
Catatan:
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya akan datang kalau ada
undangan.
4)
Tanda
koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Catatan:
Ungkapan
penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,
sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan,
atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari
kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7)
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak
Guru.
8)
Tanda
koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c)
tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan
Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta:
Restu Agung.
10) Tanda koma dipakai di antara bagian
bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir. Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir,
Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950),
hlm. 25.
11) Tanda koma dipakai di antara nama
orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan
nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Siti Aminah, S.E., M.M.
12) Tanda koma dipakai di muka angka
desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp750,00
13) Tanda koma dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Semua siswa, baik
laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
14) Tanda koma dapat dipakai–untuk
menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat. Misalnya: Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
C.
Tanda Titik Koma (;)
1)
Tanda
titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya: Hari sudah malam; anak
anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
2)
Tanda
titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang
berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir
tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:
Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
ü berkewarganegaraan Indonesia;
ü berijazah sarjana S1
sekurang-kurangnya;
3)
Tanda
titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila
unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan
jeruk.
D.
Tanda Titik Dua (:)
1)
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian
atau pemerian. Misalnya: Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan:
hidup atau mati.
Catatan:
Tanda
titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2)
Tanda
titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Ahmad
Wijaya
3)
Tanda
titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : "Bawa
kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik,
Bu."
4)
Tanda
titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat
dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota
dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No.
8/2008: 8
Surah Yasin: 9
E.
Tanda Hubung (-)
1)
Tanda
hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga ca-
ra
baru ....
2)
Tanda
hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran
dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada
cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
3)
Tanda
hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak
4)
Tanda
hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata
yang dieja satu-satu. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
5)
Tanda
hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
6)
Tanda
hubung dipakai untuk merangkai:
· se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital,
· ke- dengan angka,
· angka dengan -an,
· kata atau imbuhan dengan singkatan
berhuruf kapital,
· kata ganti yang berbentuk imbuhan,
dan
· gabungan kata yang merupakan
kesatuan.
Misalnya: se-Indonesia
7)
Tanda
hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
asing. Misalnya: pen-tackle-an
F.
Tanda Pisah (–)
1)
Tanda
pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala
bangsa—harus dipertahankan.
2)
Tanda
pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan
ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah
konsepsi kita tentang alam semesta.
3)
Tanda
pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai
dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928–2008
Catatan:
a)
Tanda
pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir
kalimat. Misalnya: Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
b)
Dalam
pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
sebelum dan sesudahnya.
G.
Tanda Tanya (?)
1)
Tanda
tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
2)
Tanda
tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia
dilahirkan pada tahun 1963 (?).
H.
Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang
kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!
I.
Tanda Elipsis (...)
1)
Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ...,
marilah kita laksanakan.
2)
Tanda
elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti
lebih lanjut.
Catatan:
a)
Tanda
elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
b)
Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik:
3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai
akhir kalimat.
c)
Tanda
elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam tulisan,
tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
J.
Tanda Petik (" ")
1)
Tanda
petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan,
naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan,
"Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
2)
Tanda
petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai
dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5
buku itu.
3)
Tanda
petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara
"coba dan ralat" saja.
Catatan:
a)
Tanda
petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata
dia, "Saya juga minta satu."
b)
Tanda
baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung
kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut
"pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
c)
Tanda
petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis
sama tinggi di sebelah atas baris.
d)
Tanda
petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di
atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.
K.
Tanda Petik Tunggal (' ')
1)
Tanda
petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan
lain. Misalnya: Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
2)
Tanda
petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai
3)
Tanda
petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah
atau bahasa asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
L.
Tanda Kurung (( ))
1)
Tanda
kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak
itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan
bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya. Misalnya:
Saya sedang mengurus
perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam
berbagai keperluan.
2)
Tanda
kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama
tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
3)
Tanda
kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks
dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
4)
Tanda
kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan
keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b)
biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda
kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan
perincian yang disusun ke bawah. Misalnya:
Kemarin kakak saya
membeli
1. buku,
2. pensil, dan
3. tas sekolah.
M.
Tanda Kurung Siku ([ ])
1)
Tanda
kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli. Misalnya: Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia
jatuh pada hari Selasa.
2)
Tanda
kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.Misalnya:
Persamaan kedua proses
ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu
dibentangkan di sini.
N.
Tanda Garis Miring (/)
1)
Tanda
garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya:
No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009
2)
Tanda
garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Misalnya: dikirimkan
lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat
atau lewat laut'
Catatan:
Tanda
garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan
dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
O.
Tanda Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '08 ('08 = 1988)
Daftar Pustaka:
Monday, November 10, 2014 | Labels: BAHASA INDONESIA | 0 Comments
Subscribe to:
Posts (Atom)
Copyright by Fauziah Safarina 2012. Powered by Blogger.
MY CAMPUS
STUDENTSITE NEWS
About Me
Facebook Contact
My Twitter
My Tweets
Popular Posts
-
Ini salah satu bahan praktikum fisika dasar gue pas masih di tingkat 1. Gue share supaya bisa membantu peserta praktikum tingkat 1 lainnya...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang kaya akan budaya dan dae...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain. Meskipun hidup ber ke...
-
Tujuan saya memilih topik ini adalah untuk mendeskripsikan penyesuaian diri pada kepribadian ekstrovert dan introvert. Lalu mengetahui pe...
-
I. Definisi Pendapatan Nasional Pendapatan nasional dapat didefinisikan sebagai: · Nilai barang dan jasa yang diprodu...
-
1. Teori Perilaku Produsen Teori Perilaku Produsen adalah teori yang menjelaskan tentang bagaimana tingkah laku produsen dalam me...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya manusia banyak tujuan yang hendak dicapai sepanjang hidupnya. Seringkali ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi I...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki keberagaman terbany...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budaya-budaya ...